Ma’rifat adalah “mengerti dan mengenal”.
Mengerti belum tentu mengenal, tapi kalau mengenal sudah pasti mengerti. Jadi
ma’rifat di sini adalah mengenal Allah Swt., seperti halnya kita mengetahui
sifat-sifatNya, baik yang wajib, mustahil dan jaiz. Tapi pengenalan itu baru
pondasi. Untuk mengenal lebih jauh kita harus sering-sering mendekati Allah
Swt. agar Allah juga mendekat dengan kita.
Makhluk Allah banyak yang mengerti tapi tidak
mengenal Allah. Dengan ilmu ma’rifat ini, kita belajar mengenal Allah dan Allah
pun akan mengenali kita. Tapi tidak semudah yang kita bayangkan, diperlukan
ritual-ritual khusus untuk bisa lebih dekat dengan Allah dan agar kita juga
tidak lalai dengan Allah.
Bila dalam mengenal Allah kita sudah dapat
saling mengenal, berarti kita sudah semakin dekat dengan Allah. Tapi pasti
pengenalan seseorang dengan Allah berbeda-beda, tergantung dengan
tahapan-tahapannya. Itulah pentingnya wirid untuk mencapai tingkatan
kema’rifatan yang tinggi.
Sebenarnya dalam thariqah yang dikhususkan adalah
cara membersihkan hati, tashfiyatulqulub atau tazkiyatunnufus. Sedangkan
bacaan-bacaannya (wiridan) adalah sebagai nilai tambahan untuk pendekatan
kepada Allah Swt.
Thariqah sebagian besar adalah mengamalkan
kalimat “La ilaha illallah” atau kalimat “Allah” sebanyak-banyaknya sesuai
ketentuan oleh thariqah itu sendiri. Ada yang mewiridkan secara sirr (dalam
hati atau pelan) dan ada pula yang mewiridkannya secara jahr (keras).
Wirid yang paling baik sebenarnya adalah
membaca al-Quran, karena dalam hadits dijelaskan bahwa “Barangsiapa ingin
berdialog dengan Allah, maka bacalah al-Quran”. Dialog dengan Tuhan adalah
wirid yang paling indah. Kemudian membaca kalimat thayibah seperti lafadz “La
ilaha illallah”, maka Allah akan menjamin surga bagi para pembaca kalimat
tersebut. Kemudian lafadz-lafadz yang lainya seperti istighfar, shalawat,
tahmid, tasbih, asmaul husna, karena itu semua juga adalah kalimat-kalimat yang
sering dibaca oleh Rasulullah Saw. dan kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat
yang biasa dibaca oleh para jamaah thariqah.
Memang tidak dapat kita pungkiri bahwa,
thariqah juga amalan yang tidak gampang untuk dijalani. Karena apabila terjadi
kelalaian dalam pengerjaannya kita akan berdosa, sebab amalan dalam thariqah
adalah suatu keharusan (kewajiban) untuk dikerjakan. Tapi kalau dilihat dari
segi positifnya memang thariqah tersebut adalah proses kita untuk lebih
mengenali Allah.
Disamping itu, thariqah dapat melepaskan kedua
penyakit hati yang ada pada diri kita; untuk mengatasi kealpaan dalam hati dan
menghilangkan noktah atau kotoran yang ada. Sebab amalan dalam thariqah adalah
kewajiban maka orang akan berhutang apabila tidak mengerjakan amalan tersebut,
dan akan mengerjakannya walaupun dalam keadaan apapun. Dan thariqah juga dapat
menghapus hijab pembatas yang terdapat dalam dirinya yang mengakibatkan sifat
lalai serta banyak lupa kepada Allah Swt.
Kalau seseorang ingin hatinya bersih dan
membersihkan hati setidaknya orang tersebut mempunyai ketertarikan terhadap
thariqah tersebut, karena kalau dilihat dari fungsi thariqah adalah
menghapuskan kotoran dalam hati dengan selalu mengamalkan dzikirnya. Karena
dari dzikir tersebut orang akan selalu tenang dan sabar dalam menghadapi setiap
masalah yang ia hadapi, karena orang tersebut akan selalu merasa dekat dengan
Allah.
Kaitan Thariqah dan Syariat
Kalau kita pahami lebih lanjut, thariqah dan
syariat sebenarnya memang tidak dapat dipisahkan, karena tujuan keduanya sama
yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Karena ketika seseorang berthariqah
tetapi ia meninggalkan syariat, maka itu juga salah karena ia telah
meninggalkan kewajibannya.
Thariqah adalah buah dari syariat. Jadi kalau
berthariqah tidak boleh lepas dari pintunya dahulu yaitu syariat. Karena
syariatlah yang mengatur tentang kehidupan kita, dengan menggunakan hukum, dari
mulai aqidah, keimanan, keislaman, sehingga kita beriman kepada Allah,
malaikat, kitab Allah, para rasul, hari akhir, takdir yang baik dan buruk. Dan
dengan syariat pula kita mengetahui rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat,
shalat, puasa, zakat dan haji.
Setelah kita dapat menjalankan syariat dengan
baik, dan kita sudah memgetahui hukum-hukum dalam syariat maka kita baru menuju
pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu menuju thariqah dan belajar untuk
mengenal Allah. Maksudnya bahwa thariqah adalah tingkatan bagi orang yang sudah
cukup ilmunya, terutama yang sudah diwajibkan syariat. Karena tidak semua orang
langsung dapat menuju pada tingkat thariqah.
Orang yang menuju thariqah haruslah mengetahui
Allah, seperti mengetahui tentang sifat wajib dan mustahil Allah, dan juga
mengetahui sifat mumkin (jaiz) Allah. Orang tersebut juga mengetahui tentang
hukum-hukum dalam beribadah, seperti rukun wudhu, rukun iman, hal-hal yang
membatalkan wudhu, rukun shalat serta hal-hal yang membatalkan dalam shalat.
Dan juga orang tersebut dapat membedakan mana yang halal dan yang haram.
Bilamana hal-hal tersebut sudah dapat terpenuhi maka tidak ada salahnya apabila
orang tersebut masuk ke dalam thariqah.
Antisipasi dalam Berthariqah
Perlu diketahui juga bahwa sufisme itu sudah
tidak asing lagi di kalangan kita, dan telah menjadi warna di kota-kota besar
di beberapa negara. Jika kita tertarik pada thariqah atau perkumpulan dzikir
tertentu, kita juga harus mengetahui tentang perkumpulan tersebut. Karena di
jaman sekarang banyak organisasi-organisasi yang mengatasnamakan Islam untuk
kepentingan mereka dan menyelewengkan tentang hukum-hukum yang telah
ditetapkan.
Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, yang perlu
kita lakukan adalah seperti apakah thariqah tersebut dan siapakah yang memimpin
thariqah tersebut. Meskipun dalam dzikir yang dibaca itu memang dari Rasulullah
Saw., namun terkadang ada kelompok yang menyelewengkannya atau menyimpang dari
ajaran sehingga keluar dari jalan yang benar dan menyesatkan.
Pada thariqah yang kita perlu ketahui dahulu
adalah alirannya, semissal thariqah Qadiriyah, Syadziliyah, Syatariyah dan lain
sebagainya. Menurut data yang ada pada Jam’iyyah Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah
(JATMAN), jumlah thariqah yang diakui itu ada sekitar 70 thariqah. Penegasan
muktabar atau tidaknya sebuah thariqah tentu harus melalui suatu penelitian.
Pertama dari ajarannya, kemudian dari ketentuan wiridnya tergolong ma’tsur atau
tidak, dan yang ketiga memiliki silsilah atau mata rantai dengan guru yang
jelas hingga pada pendiri thariqah tersebut.
Guru thariqah yang merupakan guru ruhani itu
haruslah orang yang mengerti tentang agama. Jika tidak mengerti maka bisa
diragukan kapasitas keguruannya. Sebab bagaimana ia bisa memimpin suatu
organisasi ritual dan keruhanian sementara ia tidak mengerti tentang agama?
Sebab orang yang telah menapak jalur thariqah haruslah sudah sempurna
syariatnya dan guru tersebut juga telah menjalankan semua kewajiban agama
bahkan termasuk shalat sunnahnya. Hal ini juga terkait dengan akhlak sang guru.
Seseorang dianggap mengerti tentang ilmu agama minimal bisa dilihat dari bacaan
al-Qurannya. Sebab seorang ulama diukur pertama kalinya dari pemenuhan syarat
menjadi imam shalat antara lain dari kefasihannya membaca ayat-ayat al-Quran.
Memang dalam kenyataannya, terkadang banyak
orang yang bingung tentang thariqah, ada yang ingin masuk tetapi belum sampai
pada tingkatan tersebut dan juga belum mengetahui tentang pentingnya
berthariqah. Perlu kita ketahui, jika kita masuk pada thariqah maka keimanan
kita akan terbimbing. Disitulah peran para guru mursyid, sehingga tingkatan
tauhid kita, ma’rifat kita tidak salah dan tidak sembarangan menempatkan diri
sebab ada bimbingan dari mursyid tersebut.
Antara Berthariqah dan Tidak
Bagaimana dengan orang yang tidak berthariqah?
Syarat berthariqah itu harus mengetahui syariatnya dahulu, artinya
kewajiban-kewajiban yang harus dimengerti oleh setiap individu sudah dapat
dipahami. Diantaranya hak Allah Swt., lalu hak para rasulNya. Setelah kita
mengenal Allah dan RasulNya kita perlu meyakini apa yang telah disampaikannya,
seperti rukun Islam, yaitu membaca syahadat, mengerjakan shalat, melaksanakan
puasa, berzakat bagi yang cukup syaratnya, serta naik haji bagi yang mampu.
Begitu juga mengetahui rukun iman, serta beberapa tuntunan Islam seperti
shalat, wudhu dan lain-lain.
Orang yang menempuh jalan kepada Allah dengan
sendirinya, tentu tidak sama dengan orang yang menempuh jalan kepada Allah
secara bersama-sama yaitu melalui seorang mursyid. Sebagai contoh kalau kita
ingin ke Mekkah dan kita belum pernah ke Mekkah dan belum mengenal Mekkah,
tentu berbeda dengan orang yang datang ke tempat tersebut dengan disertai
pembimbing atau mursyid.
Orang yang tidak mengenal sama sekali tempat
tersebut, karena meyakini berdasarkan informasi dan kemampuannya maka itu
sah-sah saja. Namun bagi orang yang disertai mursyid akan lebih runtut dan
sempurna, karena pembimbing tadi sudah berpengalaman dan akan mengantar ke
rukun yamani, sumur zamzam, makam Ibrahim, dan lain-lain. Meski orang tersebut
sudah sampai ke Ka’bah namun apabila tidak tahu rukun yamani, dia tidak akan
mampu untuk thawaf karena tidak tahu bagaimana memulainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang yang
ingin berthariqah haruslah melalui para guru atau mursyid, agar jalan yang
ditempuh dapat berjalan dengan baik dan bisa mendekatkan diri kepada Allah
sedekat mungkin.
Agama Islam adalah agama yang fleksibel, yaitu
maksudnya bahwa agama Islam tidak memberatkan kepada umatnya tentang suatu
ibadah. Dalam arti orang Islam melakukan suatu ibadah itu menurut kemampuannya
masing-masing, karena kemampuan seseorang dengan orang yang lain tentu
berbeda-beda. Itulah sebabnya mengapa tingkatan-tingkatan seseorang dalam
beribadah kepada Allah pun berbeda-beda pula. Memang tujuannya sama, yaitu
untuk mendekatkan diri kepada Allah, akan tetapi tentu hasilnya akan berbeda
menurut dengan usaha yang dilakukan.
Dalam beribadah tentu sekelompok orang memiliki
cara yang berbeda-beda dalam mencapai kesempurnaan untuk dapat mengerti Allah
dan dekat dengan Allah Swt. Cara-cara tersebut sah-sah saja asal tidak keluar
dari jalur yang telah ditentukan oleh syariat, dan tidak menyesatkan.
Kaitan Thariqah dan Tasawuf
Tasawuf adalah salah satu usaha peniadaan diri,
yaitu menyerahkan seluruh jiwa dan raga hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt.
Itulah cara yang kebanyakan ditempuh oleh seorang sufi, melalui ritual-ritual
khusus dan amalan-amalan yang berbeda-beda pula. Amalan-amalan tersebut
ditunjukan untuk menyanjung Allah dan mengakui kebesaran Allah Swt. Allah
adalah Dzat yang Mahapengasih dan penyayang. Barangsiapa yang ingin berusaha
dengan sungguh-sungguh pasti Allah akan mengabulkannya.
Thariqah itu min ahli la ilaha illallah, dimana
ajarannya mencermikan setelah kita iman dan Islam lalu ihsan. Makna ihsan dalam
hal ini adalah menyembahlah kepada Allah seolah-olah kita melihat Allah. Kalau
tidak mampu, kita harus yakin bahwa kita sedang dilihat Allah Swt. Dengan
merasa didengar dan dilihat oleh Yang Maha Kuasa, itu akan mengurangi
perbuatan-perbuatan yang merugikan dirinya sendiri apalagi kepada orang lain.
Karena kita malu, takut kepada Yang Maha Kuasa.
Tasawuf itu sendiri berfungsi untuk
menjernihkan hati dan membersihkan hawa nafsu dari berbagai sifat yang dimiliki
manusia, utamanya sifat kesombongan yang disebabkan oleh banyak hal. Jika
ajaran tasawuf itu diamalkan, tidak ada yang namanya saling dengki dan saling
iri, justeru yang muncul adalah saling mengisi.
Tasawuf itu buah dari thariqah. Pakaian
thariqah adalah tasawuf yang bersumberkan dari akhlak dan tatakrama (adab).
Contohnya, orang masuk kamar mandi dengan kaki kiri terlebih dahulu, masuk
masjd mendahulukan kaki kanan, dll. Itu semua ajaran tasawuf. Contoh lain,
sebelum makan baca Basmalah dan setelah selesai baca Hamdalah. Apa yang
diajarkan dalam tasawuf sebagai bentuk rasa terimakasih kepada yang memberi
rejeki. Kita ambil satu butir nasi yang terjatuh, karena kita sadar bahwa kita
tidak bisa membuat butir nasi, lalu kita bersyukur. Itu semua ajaran tasawuf.
Nah, kalau syariat itu terbatas. Maka jika
syariat yang diberlakukan, orang mabuk tidak boleh berdekatan dengan orang
Muslim. Kalau tasawuf tidak demikian, mereka harus diajak bicara, mengapa
mereka mabuk. Kita tidak boleh tunduk dengan pejabat karena ada alasan
tertentu, akan tetapi kita wajib menjaga wibawa pejabat di hadapan umum,
sekalipun dengan pribadi kita ada ketidakcocokan. Akan tetapi jangan asal
tabrak. Ini semua juga ajaran tasawuf.
Berthariqah dan Batasan Usia
Jika belajar dzikir kepada Allah Swt. menunggu
sudah tua, iya kalau umurnya sampai tua. Bagaimana kalau masih muda meninggal?
Yang terpenting adalah mereka mengerti tata urutan berthariqah, mengerti syarat
dan rukunnya dulu seperti masalah wudhu dan shalat, mengerti sifat wajib, jaiz
dan mustahil Allah, mengetahui halal dan haram.
Kalau menertibkan hati menunggu tua, nanti
terlanjur hati berkarat tebal. Maka sejak usia muda seyogyanya mereka mulai
mengamalkan ajaran thariqah, seperti MATAN (Mahasiswa Ahlit Thariqah
An-Nahdliyyah).
Apakah boleh mengikuti baiat thariqah, padahal
masih belajar ilmu syariat? Setiap Muslim tentu boleh, bahkan harus, berusaha
menjaga serta meningkatkan kualitas iman dan Islam di hatinya dengan berbagai
cara. Salah satunya dengan berthariqah. Namun berthariqah sendiri bukan hal
yang sangat mudah. Karena, sebelum memasukinya, seseorang harus terlebih dulu
mengetahui ilmu syariat. Tapi juga bukan hal yang sangat sulit, seperti harus
menguasai seluruh cabang ilmu syariat secara mumpuni.
Yang diprasyaratkan untuk masuk thariqah hanya
pengetahuan tentang hal-hal yang paling mendasar dalam ilmu syariat. Dalam
aqidah, misalnya, ia harus sudah mengenal sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi
Allah. Dalam fiqih, ia sudah mengetahui tata cara bersuci dan shalat, lengkap
dengan syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkannya, serta hal-hal yang
dihalalkan atau diharamkan oleh agama.
Jika dasar-dasar ilmu syariat sudah dimiliki,
ia sudah boleh berthariqah. Tentu saja ia tetap mempunyai kewajiban melengkapi
pengetahuan ilmu syariatnya yang bisa dikaji sambil jalan. Syariat lainnya
adalah umur yang cukup (minimal 8 tahun), dan khusus bagi wanita yang berumah
tangga harus mendapat izin dari suami. Jika semuanya sudah terpenuhi, saya
mengimbau segeralah ikut thariqah.
Semua thariqah, asalkan mu’tabarah, ajarannya
murni dan silsilahnya bersambung sampai Rasulullah Saw., sama baiknya. Karena
semua mengajarkan penjagaan hati dengan memperbanyak dzikrullah, istighfar dan
shalawat. Yang terpenting, masuklah thariqah dengan niat agar kita bisa
menjalankan ihsan. Jangan masuk thariqah karena khasiatnya atau karena cerita
kehebatan guru-guru mursyidnya.##
Dikutip dari berbagai sumber di WA
0 komentar:
Posting Komentar